Selasa, 04 September 2007

Realita dibalik Cowok-Pemilih

Ada sebuah sesi yang selalu saya, Lex dan Kei tunggu-tunggu setiap kali memulai workshop, yakni Tell Your Stories.

Para peserta akan menceritakan latar belakang, motivasi mengikuti HSEW, serta kisah-kisah sedih dari kehidupan romance mereka.

Kenapa sesi ini sangat kami sukai?

Karena sesi selalu membawa saya, Kei, dan Lex kembali melayang ke masa lalu, saat kami masih melakukan apa yang mereka lakukan serta mendapatkan hasil yang sama.

Patah Hati.

Kesedihan.

Menangis.

Dada terkoyak.

Dan berbagai sindrom pilu lainnya.

Jadi ketika salah seorang peserta HSEW XV kemarin mengaku, “Iya nih, gue nungguin satu cewek yang sama selama 9 tahun,” jantung saya seketika kehilangan irama normalnya.

DEG!!!

Saya nyaris melompat dari kursi saat mendengarnya, berbarengan dengan para crew yang menggeleng-geleng kepala dengan takjub.

Kemudian saat saya, Kei, dan Lex mulai mempreteli setiap paragdima mereka dan alasan mengapa mereka terus gagal dalam romance, peserta mengaku ‘digantung’ oleh cewek selama bertahun-tahun di atas itu mengeluarkan celetukan, “Eh, temen cewek gue banyak kok, tapi gue emang tipe pemilih aja sih, jadinya susah untuk dapetin yang pas.”

Pada detik itu juga saya ingin menghajarnya dengan asbak di atas meja.

Tapi berhubung biaya pelatihan tidak termasuk premi asuransi jiwa, maka saya mengurungkan niat tersebut.

Jadi yang bisa saya lakukan hanya berkata, “BULLSHIT!!! Gak ada cowok yang gak dapet cewek karena dia pemilih. Elo gak dapet cewek ya karena emang lo ada melakukan kesalahan, bukan karena elo tipe cowok pemilih! Justru karena elo emang gak punya pilihan dan tidak mampu menciptakan pilihan makanya elo jadi nunggu satu cewek selama 9 tahun!” sambil membayangkan menghajarnya bolak-balik dengan mesin peluncur rudal antar-benua.

Kasar? Kejam? Terlalu vulgar dalam bertata-bahasa?

That's what we do in every workshop.

Kami menghajar peserta dengan keras karena mereka telah mengeluarkan uang untuk dihajar sekeras-kerasnya untuk dapat bangkit dan sadar dari tidur nyenyaknya.

Guys, salah satu proses menjadi Glossy adalah mengenal diri sendiri dan membuang ilusi-ilusi bodoh di dalam diri kita.

Salah satunya adalah ilusi alasan bahwa kamu adalah seorang ‘cowok pemilih.’

Saya teringat beberapa tahun yang lalu saat masih duduk di SMA, saya sering kali berkata seperti itu, “Ah gue emang tipe pemilih sih,” “Gue milih-milih cewek, man, musti liat semuanya dulu baru gue bakalan PDKT," atau ratusan omong kosong lainnya seputar alasan serupa lainnya mengapa saya belum pacaran atau terlihat dekat dengan cewek manapun.

‘Cowok pemilih’ menjadi realita palsu yang selalu saya gunakan dahulu. Mungkin kamu termasuk cowok yang menggunakannya juga dalam kehidupanmu sehari-hari sekarang ini. Saat itu, realita ‘cowok pemilih’ begitu kental melekat dengan diri saya, bahkan saya anggap sebuah kebenaran yang absolut.

Bertahun-tahun kemudian, saya baru mulai menyadari kekonyolan tindakan itu.

Alasan ‘cowok pemilih’ yang sering saya dan kamu pakai dalam konteks tersebut adalah sebuah defense mechanism yang berguna untuk sebagian atau malah seluruh alasan berikut ini:
  • mencegah saya terlihat atau dinilai tidak laku oleh teman-teman,

  • menutupi bahwa saya juga sebenarnya tidak tahu bagaimana cara mendekati lawan jenis,

  • memberikan asumsi bahwa saya memiliki cita rasa tertentu dan setiap cewek harus melalui proses seleksi yang cukup ketat, bukannya seperti cowok putus-asa yang siap menerima siapa saja yang datang ke arahnya

Kamu keberatan?

Tidak masalah, tunggu saja beberapa tahun lagi, kamu pasti akan mengerti maksud saya.

Ketika saya menyadari hal-hal di atas, alasan dan realita bahwa saya adalah ‘cowok pemilih’ menjadi sesuatu yang tolol bin menyedihkan.

Mari beranalogi bersama-sama.

Cerita A: Seorang cowok masuk ke toko CD. Ia berjalan mengelilingi lorong musik Jazz, Pop, dan RnB. Setelah sibuk melihat sana dan sini, membaca track lagu, membandingkan sejumlah musisi, ia akhirnya membeli album terbaru Level 42.

Cerita B: Cowok lainnya masuk ke toko yang sama. Ia langsung menuju lorong musik RnB. Setelah sibuk melihat sana sini mencari sebuah judul album, berputar untuk mengecek di sejumlah rak dan lorong yang berbeda, dan bertanya pada shop assistant, ia keluar tanpa menenteng apa-apa.

Cerita C: Cowok ketiga masuk ke toko CD yang sama, berjalan di setiap lorong yang tersedia di sana, melirik kesana-kemari, lalu keluar tanpa membeli apa-apa. Temannya yang menunggu di luar bertanya, “Kok gak jadi beli? Kan banyak yang bagus-bagus?” Dia menjawab, “Ah, gue kalo beli CD tuh milih-milih. Tadi gak ada yang bagus sih,” dan temannya mengangguk-angguk sambil berkata, "Oh gue juga sih, pemilih banget deh soal musik."

Melihat kasus di atas, cowok A dan B kemungkinan besar memang sudah mempersiapkan diri dengan sejumlah kemampuan yang diperlukan, mis. persediaan finansial, pengetahuan tentang musik dan minat sejumlah genre, atau fokus pada sebuah album tertentu.

Sekalipun cowok B dan C sama-sama tidak keluar menenteng tas belanjaan, namun ada perbedaan yang dapat dibedah. Mempertimbangkan sejumlah alasan, maka kita akan sampai pada kedua kemungkinan logis di bawah ini tentang cowok C di atas:
  • dia tidak membawa cukup uang, jadi supaya tidak malu dia tinggal mengaku dirinya tipe pemilih.

  • dia tidak tahu musik mana yang bagus karena hidupnya hanya seputar online game, chatting, Friendster, dan sejenisnya. Apa yang dia tahu seputar musik hanya soundtrack Winning Eleven atau game lainnya serta ringtone handphone. Namun agar tidak malu, dia tinggal mengaku dirinya tipe pemilih.

Itulah sebabnya cowok A dan B lebih tepat dan masuk akal bila di sebut jelas adalah tipe cowok pemilih dalam pengertian yang sebenarnya!

Seorang cowok layak menyebut dirinya ‘cowok pemilih’ bila dia mampu mendapatkan pilihan yang diinginkan , atau setidaknya berada dalam realita bahwa dia memiliki sejumlah pilihan, atau sanggup menciptakan pilihan!

Kamu bisa mengerti sekarang mengapa alasan ‘cowok pemilih’ oleh cowok B itu terdengar sangat menyedihkan?

Apakah kamu pernah melakukannya untuk konteks romance?

Mari kita kupas lebih dalam.

Hanya ketika kamu memiliki Power to Bargain atau Power to Buy, kamu boleh memakai paradigma dan realita ‘cowok pemilih’ karena hal tersebut akan memungkinkan kamu untuk memilih dan memutuskan ‘produk’ terbaik yang kamu inginkan.

Ketika kamu tidak memiliki kemampuan di atas, kamu hanya berlagak saja memiliki pilihan dan menjadi seorang pemilih dalam petualangan romantikamu. Pada kenyataannya, bukan saja kamu tidak mampu memilih sebuah ‘produk’ yang kamu inginkan, bahkan kamu sendiri kemungkinan besar belum memiliki pilihan apapun.

Iluasi realita ‘cowok pemilih’ yang kamu pakai juga memiliki dampak lainnya. Misalnya saat kamu gagal mendekati dan mendapatkan cewek yang diinginkan , kamu akan mengumandangkan kembali pada alasan, “Ah, santai aja, toh cewek itu emang bukan tipe gue.” Defense mechanism yang muncul untuk menyelamatkan egomu tersebut akan menghalangi untuk belajar kesalahan atau kekurangan apa yang perlu kamu perbaiki untuk memastikanmu tidak berakhir dengan hasil yang sama lain kali.

Kamu memilih untuk menipu diri, daripada menelan rasa malu untuk mengakui bahwa dirimu tidak memiliki kekuatan untuk mendapatkan cewek yang kamu mau, rasa malu untuk mengakui kalau kamu sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang bagaimana caranya mendapatkan cewek yang diinginkan.

Kalau kamu sekarang ini baru saja ditolak oleh cewek yang kamu suka, atau kamu sudah belasan tahun menjomblo dan usahamu mendekati cewek selalu gagal, dan sering memakai alasan, “Gue tipe pemilih sih man. Si Jennifer itu bukan tipe gue banget. Malesin deh, makanya gue mundur aja.”

Tanyakan pada dirimu sendiri sekarang:

Apa kamu memang benar-benar menyadari dan merasa memiliki kemampuan untuk memilih cewek manapun yang kamu inginkan untuk dijadikan partner?

Atau pikiran dan perasaan itu hanya muncul agar kamu terhindar dari rasa malu bahwa kamu terus-menerus jomblo, tidak mengerti banyak soal cara mendekati cewek, dan selalu berakhir pada penolakan?

Silakan jawab pada hati nuranimu sendiri.

Setelah itu, mulai detik ini biasakan untuk berseru, “Bullshit!” kepada setiap teman kamu yang menyatakan bahwa dirinya adalah ‘cowo pemilih,’ sementara kenyataannya kamu bisa melihat sendiri itu adalah alasan superfisial yang lebih nyaring daripada tong kosong manapun.

Jangan lupa untuk berseru, “Bullshit!” pada dirimu sendiri setiap kali kamu mendapati mulut dan kepalamu ingin memakai realita bodoh itu.

‘Cowo pemilih’ adalah salah satu ilusi berbahaya yang menjadi masalah utama banyak cowok di luar sana.

Ilusi tersebut mencegahmu untuk melihat ke dalam diri sendiri.

Ilusi tersebut mencegahmu untuk mengenali lebih kekurangan yang kamu miliki, terlebih lagi mengakuinya.

Ilusi tersebut membuatmu berpikir kalau kamu mampu membuat pilihan sementara kenyataannya tidak pernah ada pilihan sama sekali.

Ilusi tersebut menghambat dirimu untuk memperbaiki diri, terus tenggelam dalam pusaran yang gelap, sampai akhirnya ketika kamu sadar dan ingin mengubah keadaan, semuanya sudah terlambat.

Guys, wake up and smell the coffee.

Coba jadi jujur dengan hatimu, dan tidak perlu malu atau terkejut bila menemukan ternyata kamu suka berlindung dibalik alasan ‘cowok pemilih.’

Be proud that finally you are strong enough to admit it, and realize that you're not alone.

I've been there. Lex and Kei have been there also.

Together, we can walk you to the glossy reality.

Are you coming?

Tidak ada komentar: